Pembelajaran yang mendidik
adalah proses di mana individu memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan
pemahaman yang tidak hanya meningkatkan kapasitas intelektual seorang individu,
tetapi juga membentuk karakter dan moralitas individu tersebut.
Pembelajaran yang mendidik bertujuan untuk
mengembangkan individu secara holistik, memungkinkan mereka untuk menjadi warga
yang bertanggung jawab dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
Pembelajaran yang mendidik adalah perancangan
pengalaman belajar yang berdampak mendidik, dan bukan penerusan ilmu
pengetahuan dan teknologi atau sebagai penerusan informasi (content
transmission). Untuk dapat melaksanakan tugasnya, guru harus dapat memilah
antara kemampuan yang terbentuk sebagai hasil langsung pembelajaran (instructional
effects) dengan kemampuan termasuk sikap dan nilai yang terbentuk sebagai
dampak pengiring (nurtutant effects) sebagai akumulasi pengalaman
belajar yang dihayati oleh peserta didik, yang amat berharga dalam pencapaian
tujuan utuh pendidikan.
Kajian tentang pembelajaran yang mendidik diawali
dengan mengidentifikasi sub-sub kompetensi yang terkandung dalam empat
kompetensi guru sebagaimana tertuang di dalam UU nomor 14 tahun 2005 meliputi:
- Kompetensi pedagogik, dimaknai sebagai kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman pada peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan potensi peserta didik.
- Kompetensi kepribadian, dimaknai sebagai kemampuan kepribadian. Kompetensi kepribadian ini dirinci meliputi kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak mulia, dan dapat menjadi teladan.
- Kompetensi sosial, bertolak dari asumsi bahwa pendidik adalah bagian dari masyarakat, sehingga layak dituntut memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
- Kompetensi profesional, sebagai regulasi yang membingkai kebijakan sertifikasi guru ditampilkan setara dengan ketiga kompetensi lainnya, yaitu kompetensi profesional yang dimaknai sebagai kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya untuk membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.
Menjadi guru yang reflektif, menurut Harmer adalah
terus berkaca pada apa yang sudah dilakukan. Terus berpikir apa yang kita
lakukan dan mengapa. Hal serupa juga dinyatakan oleh Richards & Lockhart
(1996) bahwa cara atau pendekatan yang dilakukan oleh guru dimana ia
mengeksplorasi apa yang dilakukan dan mengapa melakukannya merupakan bagian
dari pendekatan reflektif dalam pengajaran. Sementara itu, Wallace (1991)
menyebutkan bahwa proses reflektif merupakan “proses yang terus berjalan
(kontinyu) dalam merefleksikan ‘received knowledge’ dan ‘experiential
knowledge’ dalam konteks tindakan profesional (practice)”.
Meskipun banyak guru merasa tidak banyak memiliki
banyak waktu untuk melakukan refleksi dan menganggapnya membuang-buang waktu,
dengan melakukan refleksi dalam menjalani profesinya guru akan mendapatkan
keuntungan. Beberapa di antaranya adalah:
- Dapat membantu mencapai pemahaman yang lebih baik tentang berbagai asumsi tentang mengajar dan pemahaman tentang pelaksanaannya,
- Dapat memperkaya pemahaman konsep tentang megajar dan proses belajar mengajar,
- Menjadi dasar untuk self-evaluation yang merupakan komponen penting dalam pengembangan profesionalitas.
- Memberikan kesempatan kepada guru untuk lebih kreatif karena tidak tergantung kepada rutinitas mengajar yang hanya mengandalkan pengalaman mengajar sebelumnya dan tidak menyesuaikan dengan perubahan kondisi kelas,
- Mengajar lebih terarah dan tidak terburu-buru karena apa yang sudah dilakukan dikaji ulang dan diambil rencana yang lebih baik, dan
- Dengan selalu melakukan refleksi maka guru akan selalu mempertimbangkan faktor-faktor terkait dalam proses pembelajaran, seperti karakteristik siswa, minat mereka, dan kurikulum, sehingga akan menghasilkan kelas yang lebih efektif.
Perbedaan
profil guru yang reflektif dan guru yang tidak reflektif
|
Guru
yang Tidak Reflektif |
Guru
yang Reflektif |
|
Otomatis
menerima begitu saja informasi tentang suatu masalah yang secara umum
diyakini. |
Mengamati
dengan penuh kehati-hatian, menelaah, menelaah kembali dan berusaha
menyelesaiakan permasalahan yang terjadi di dalam kelas. |
|
Secara
sempit memaknai permasalahan yang terjadi dan lupa bahwa ada banyak cara
untuk memahami setiap permasalahan. |
Melihat
kepada konteks dan budaya tempat mengajar. |
|
Melaksanakan
segala asumsi yang muncul tanpa mempertanyakan kembali/menelaah kembali. |
Sadar
dan selalu menanyakan asumsi atau nilai-nilai yang dibawa ke kelas. |
|
Jarang
melaksanakan apa yang orang lain harapkan darinya. |
Terlibat
dalam upaya pengembangan kurikulum dan segala upaya untuk mengubah kondisi sekolah. |
Tindakan reflektif memiliki manfaat yang
signifikan dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Berikut adalah beberapa
manfaat dari tindakan reflektif dalam peningkatan kualitas pembelajaran:
- Melalui tindakan reflektif, pendidik dapat mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang praktik pembelajaran yang efektif.
- Tindakan reflektif membantu pendidik dalam melakukan perbaikan berkelanjutan terhadap praktik pembelajaran mereka.
- Tindakan reflektif dapat membantu pendidik dalam membangun hubungan yang lebih baik dengan siswa.
- Melalui tindakan reflektif, pendidik dapat mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi pendidik yang lebih efektif.
- Tindakan reflektif membantu pendidik dalam meningkatkan kualitas pengajaran mereka.
.jpg)
Komentar
Posting Komentar